logo Jumat, 20 September 2024

PENCATATAN DAN PENILAIAN HASIL IB

Terakhir Diperbaharui pada : Jum'at, 20 September 2024 ~ Dilihat 1626 Kali


Oleh : Tati Susnawati, S.Pt

 

Teknologi  Inseminasi Buatan (IB) telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1952. Penerapan di lapangan secara intensif dimulai sejak permulaan 1973 dengan mempergunakan semen beku dari berbagai bangsa sapi import.

Dasar dan tujuan pelaksanaan program IB adalah untuk meningkatkan produktivitas ternak, baik ternak potong maupun ternak perah. Secara umum telah diketahui dan diakui  bahwa IB merupakan alat yang sangat ampuh dalam usaha perbaikan mutu genetik ternak. Namun demikian perlu pula disadari bahwa IB ini juga dapat mengakibatkan hal-hal yang sangat merugikan, apabila tidak didasarkan atas perencanaan dan pelaksanaan yang baik.

Kegiatan IB merupakan salah satu bagian dari sistem pemuliabiakkan ternak yang bertujuan meningkatkan daya produktivitas terbaik. Dalam sistem dimaksud terkait kegiatan lain yangg turut mempengaruhi perkembangan pelaksanaan IB yang merupakan kegiatan penunjang yang dalam penerapannya harus terpadu dengan kegiatan pokok (IB). Kegiatan ini antara lain ialah usaha pemberantasan kemajiran, pembinaan makanan ternak, kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan kebuntingan.

Agar supaya semen beku yang dihasilkan dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan dan apabila ada hal-hal yang kurang baik dapat segera dilakukan langkah-langkah perbaikan, maka ada  sistem pengawasan dan evaluasi semen melalui pencatatan dan monitoring.

Pencatatan dalam pelaksanaan IB diperlukan untuk :

  1. Mengetahui kualitas semen beku
  2. Mengetahui/menilai keterampilan inseminator dalam melaksanakan inseminasi
  3. Mengetahui keterampilan peternak dalam mendeteksi berahi
  4. Mengetahui kemungkinan kegagalan kebuntingan yang disebabkan oleh hewan betina
  5. Mengetahui data produksi  (produktivitas) ternak hasil IB
  6. Mengetahui alokasi semen dari masing-masing pejantan untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan alokasi semen pada tahun-tahun berikutnya, sehingga dapat dicegah terjadinya perkawinan silang dalam (inbreeding)
  7. Mengetahui jumlah semen beku yang sudah diinseminasikan dan kelahiran hasil IB pada masing-masing daerah

 

Monitoring (peninjauan ke lapangan) dimaksudkan untuk mengetahui penanganan semen beku (handling prozen semen) di lapangan dan untuk mengetahui kualitas semen beku di lapangan dengan melaksanakan pengujian after thawing.

 Penanganan semen beku di lapangan oleh petugas berupa penyediaan N2 cair secara teratur sesuai dengan standar yang telah ditentukan, cara pemindahan semen beku dari satu container ke container yang lain dan pengaruh perlakuan lainnya sangat menentukan terhadap kualitas semen beku. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah keadaan semen beku di lapangan/daerah masih dalam kondisi baik atau tidak, maka dilakukan pemeriksaan After Thawing.

 Salah satu bentuk evaluasi semen adalah dengan mengukur kemampuan produksi keturunan IB. Kemampuan produksi yang nampak (dapat berupa produksi susu dan produksi daging) adalah 30% ditentukan oleh faktor genetik dan 70% ditentukan oleh faktor lingkungan.

 Mengukur kemampuan produksi anak sapi hasil IB penting untuk program pengembangan materi genetik dari pejantan unggul. Selain itu dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai kemampuan produksi dari ternak yang dimilikinya. Usaha perbaikan produksi melalui perbaikan mutu genetik akan meningkat terus dari tahun ke tahun jika diikuti dengan seleksi yang ketat dan terarah.

 Mempertahankan tingkat fertilitas yang tinggi adalah dasar dan tujuan setiap program peternakan. Makin banyak hewan betina yang kawin berulang (repeat breeders) akan sangat merugikan  bagi pelaksana inseminasi buatan terutama peternak.

 Keberhasilan inseminasi buatan diukur dengan berapa banyak betina yang bunting dibanding dengan jumlah inseminasi yang sudah dilaksanakan pada daerah tertentu. Hasil yang dicapai pada masing-masing daerah berbeda-beda tergantung tingkat kemajuan organisasi pelaksana IB dan tingkat kemajuan peternakannya.               

 Untuk mengetahui penilaian pelaksananaan IB sebagai tolak ukur keberhasilan IB dapat digunakan sebagai berikut :

1. Angka S/C  (Service per Conseption)

 

Service per Conseption (S/C) adalah jumlah pelayanan IB (service) untuk mencapai bunting (konsepsi). S/C dihitung dari jumlah straw yang digunakan untuk mencapai bunting.

 

S/C =  Jumlah straw yang digunakan

       Jumlah sapi yang bunting

 

Nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6 sampai 2. Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut.  Sebaliknya makin tinggi nilai S/C, makin rendahlah nilai kesuburan kelompok betina tersebut.

2. Angka  Konsepsi (Conseption Rate/CR)

Angka konsepsi adalah suatu ukuran yang terbaik dalam penilaian hasil inseminasi, karena angka ini didasarkan hasil pemeriksaan kebuntingan oleh petugas pemeriksa kebuntingan dengan cara pemeriksaan rectal.  Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40 – 60 hari sesudah inseminasi.

Conseption Rate adalah persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama dengan pemeriksaan rectal.

 

CR = Jumlah betina bunting pada IB  pertama X 100 %

     Jumlah sapi yang diperiksa

 

Kesuburan pejantan (semen beku) dan betina dalam suatu perkawinan/inseminasi  jarang ditemukan dalam keadaan 100%, sehingga angka Conseption Rate (CR) jarang ditemukan angka CR = 100%. Apalagi ditambah faktor lain yaitu handling semen beku oleh petugas, keterampilan petugas dalam inseminasi dan pelaporan berahi yang tepat oleh peternak.

Pemeriksaan rectal dapat dilakukan dengan hanya mengambil sejumlah sampel acak beberapa persen dari  jumlah populasi yang di IB, karena jika diperiksa seluruh populasi sapi betina yang di IB memerlukan biaya yang tinggi. Oleh karena itu dalam pengambilan sampel  ini sedapat mungkin dapat mewakili populasi, sehingga tidak terjadi salah dalam pendugaan angka CR dan S/C pejantan tertentu di daerah tertentu pula. Jika sampel terlalu besar menyebabkan biaya tinggi.

 

Keberhasilan IB dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Kualitas semen beku

Untuk menjamin fertilitas yang tinggi maka semen yang sudah dicairkan kembali harus dipakai untuk inseminasi segera sesudah thawing. Suhu semen beku yang naik turun sesudah thawing akan mematikan spermatozoa. Semen yang sudah dicairkan kembali (thawing) harus dipakai untuk inseminasi dalam waktu kurang dari 5 menit.

2. Kondisi reproduksi sapi betina

Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangung sesudah hewan mencapai masa pubertas dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkannya. Pubertas adalah umur atau waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakkan dapat terjadi. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi.

Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai. Dalam banyak hal terjadi berahi tenang (silent estrus) atau berahi yang tidak begitu jelas. Interval estrus yang tidak teratur ada hubungannya dengan fertilitas yang menurun. Hewan betina yang sehat dalam kondisi yang optimal sangat penting dalam pelaksanaan IB.

3. Keterampilan petugas dalam melakukan IB

Semen harus dideposisikan atau diinseminasikan ke dalam saluran kelamin betina pada tempat dan waktu yang terbaik untuk memungkinkan pertemuan antara spermatozoa dan ovum dan berlangsungnya proses pembuahan. Waktu optimum untuk melakukan inseminasi harus diperhitungkan dengan waktu kapasitasi, yaitu suatu proses fisiologik yang dialami oleh spermatozoa di dalam saluran kelamin betina untuk memperoleh kapasitas atau kesanggupan membuahi ovum.

Waktu terbaik untuk inseminasi adalah mulai dari pertengahan estrus sampai 6 jam sesudah akhir estrus. Tempat deposisi atau peletakan semen beku yang terbaik dengan angka konsepsi yang tinggi adalah pada posisi 4 atau pangkal corpus uteri. Oleh karena itu perlu petugas yang terampil dalam melakukan IB.

4. Pengetahuan peternak dalam menentukan dan melaporkan sapinya yang berahi sehingga  inseminasi dapat dilakukan pada saat yang tepat

Peternak harus mengetahui bagaimana mengamati dan mengenal tanda-tanda berahi pada ternak betina serta segera melaporkannya kepada inseminator. Deteksi berahi harus dilakukan paling sedikit dua kali sehari di pagi dan petang.

Nilai ekonomik dari penentuan atau deteksi estrus dan pelaporannya pada waktu yang tepat cukup tinggi karena deteksi yang tepat dan penentuan waktu optimum untuk inseminasi akan mempertinggi angka konsepsi dan mempersingkat interval antar kelahiran pada sekelompok ternak.

KOMENTARI TULISAN INI