logo Kamis, 19 September 2024

PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN DALAM KRIOPRESERVASI SEMEN

Terakhir Diperbaharui pada : Kamis, 19 September 2024 ~ Dilihat 689 Kali


Oleh Drh. Dwi Utami (Medik Veteriner)

 Kriopreservasi semen merupakan teknik penyimpanan semen dalam suhu yang sangat dingin untuk memperpanjang daya hidup spermatozoa. Produksi reactive oxygen species (ROS) secara berlebih dapat terjadi selama proses kriopreservasi, yang meningkatkan peroksidasi lipid kemudian menurunkan fungsi sperma dan memicu terjadinya kegagalan fertilisasi.

Komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid dan kolesterol. Dua komponen pertama mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang sangat rentan terhadap· serangan radikal bebas, terutama radikal hidroksil (OH"). Radikal hidroksil ini dapat menimbulkan reaksi berantai yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid (Wijaya, 1996). Jones et al. (1979) menyatakan bahwa membran plasma spermatozoa kaya akan asam lemak tak jenuh sehingga rentan terhadap kerusakan peroksidasi Kerentanan spermatozoa terhadap peroksidasi lipid dapat meningkat disebabkan oleh cekaman dingin (Pursel, 1979).Proses peroksidasi merubah struktur spermatozoa, terutama pada bagian membran dan akrosom, kehllangan motilitas, perubahan metabolisme yang cepat dan pelepasan komponen intraseluler (Jones dan Mann, 1977).

Kerusakan membran plasma antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti: i) ketersediaan nutrisi bagi spermatozoa yang semakin berkurang; ii) lingkungan yang tidak sesuai, seperti halnya suhu rendah: iii) terbentuknya asam laktat yang merupakan sisa metabolisme yang dapat menurunkan pH iv) kemungkinan proses pengenceran dan pendinginan yang kurang tepat; v) terbentuknya reaksi peroksidasi lemak; vi) kualitas semen yang rendah dengan ditemukannya banyak spermatozoa yang abnormal dan vii) terjadinya kerusakan-kerusakan sel.

Penggunaan antioksidan dalam kriopreservasi semen sangat penting untuk menekan peroksidasi lipid sehingga menjaga kualitas sperma. Penggunaan Antioksidan ke dalam pengencer semen dapat mencegah proses peroksidasi

Antioksidan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah antioksidan sebenarnya (true antioxidant) dan juga dikenal sebagai anti-oxygen, mengandung substansi· yang dapat menghambat oksidasi oleh reaksinya dengan radikal bebas dan kemudian menghambat rantai reaksi berikutnya. Contoh dari kelompok ini· adalah alkyl gallates, butylated hydroxyanisole, butylated hydroxytoluene, nordihydroguaiaretic acid, dan tocopherol.

Kelompok kedua adalah kelompok yang mengandung substansi yang dikenal sebagai agen pereduksi (reducing agent). Mereka efektif melawan agen oksidasi. Agen pereduksi juga dapat bereaksi dengan radikal bebas. Contoh untuk kelompok ini adalah asam askorbat, asam isoaskorbat, potasium~ garam natrium dan natrium formaldehid sulfoksilat.

Kelompok ketiga adalah substansi yang dikenal sebagai sinergis antioksidan (antioxidant sinergist). Substansi ini biasanya mempunyai efek antioksidan yang kecil, tetapi dapat mempertinggi aksi antioksidan pada kelompok pertama dengan reaksinya sebagai katalisator oksidasi dengan ion logam berat. Contoh kelompok ini adalah citric acid, edetic acid, lecithin, tartaric acid dan thiodipropionic acid (Reynolds, 1982).

Beberapa jenis antioksidan telah diteliti daya kerjanya. Sehubungan dengan kemampuannya untuk melindungi membran plasma spermatozoa terhadap kerusakan· oleh peroksidasi. Vitamin E . (a-tokoferol) telah dibuktikan dapat melindungi membran plasma spermatozoa sapi selama pembekuan sampai pencairan kembali (&Coni et al., 1993), sedangkan Butylated Hydroxytoluene (BHT) dapat mencegah kerusakan membran plasma spermatozoa yang disebabkan cekaman dingin dan· memberikan perlindungan terhadap perubahan yang disebabkan pembekuan (Hammerstedt et al., 1976). Vitamin E (a-tokoferol) dan BHT akan mencegah peroksidasi lipid melalui pemberian atom-atom hidrogennya yang cepat kepada radikal peroksil/lipid (Wijaya, 1996 dan Fardiaz, 1996).

Glutathione (γ-glutamil sisteinil glisin) merupakan tripeptida yang terdiri dari glutamat, sisten dan glisin. Glutation umumnya disingkat GSH, karena adanya gugus sulfihidril (-SH) yang terdapat pada sistein senyawa tersebut, juga merupakan bagian molekul glutation yang berperan aktif. Sintesis glutation dikatalisa oleh enzim glutamate- cystein ligase (GCL) yang diekspresikan secara genetik oleh urutan gen yang membentuk suatu protein enzim, yaitu gen GCL. Ekspresi gen GCL menunjukkan aktivitas enzim glutamate cystein ligase untuk mensitesis glutation. Aktivitas enzim glutamate cystein ligase dapat terganggu karena adanya radikal bebas, akibatnya terjadi kegagalan sintesis GSH.. Glutation merupakan salah satu antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal bebas

Glutathione (C10H17N3O6S) dan derivatnya yang merupakan tripeptida (γ-Glu-Cys-Gly) dapat mempengaruhi banyak aspek metabolisme (DE MATOS dan FURNUS, 2000), diantaranya membantu detoksifikasi dan transport dari γ-glutamil-amino acid. WIJAYA (1996) menyatakan bahwa glutathione adalah antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas baru. Antioksidan ini mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Menurut KARYADI (1997) radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil karena mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan, sehingga untuk memperoleh pasangan elektron, senyawa ini bereaksi dengan atom atau molekul lain seperti asam lemak tidak jenuh, protein, asam nukleat atau lipopolisakarida, yang berakibat akan menimbulkan senyawa yang tidak normal. Pengaruh negatif dari peroksida lemak terhadap sel somatik antara lain menghambat metabolisme oksidatif dan glikolisis, lisis pada eritrosit, oksidasi pada sulfyhydril dan menghambat kerja enzim-SH, modifikasi protein dan asam amino, kerusakan membran, inaktivasi enzim pengikat membran dan denaturasi DNA (WHITE, 1993; SIKKA, 1996). Penambahan glutathione di dalam medium pengencer spermatozoa diharapkan dapat mengurangi atau mencegah timbulnya radikal bebas yang akan merusak membran plasma, sehingga daya fertilitas semen meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan derajat konsepsi (C/R) dan persentase kebuntingan.

PARRIS (1998) menyatakan bahwa glutathione adalah antioksidan penting yang dapat memproteksi mitokondria dari kerusakan karena adanya radikal bebas. Glutathione dapat mengkontrol homeostatic baik di dalam maupun di luar sel. Glutathione adalah antioksidan sulfhydril (-SH), antitoksin dan kofaktor enzim. Berdasarkan sifat antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas, maka penambahan glutathione sebagai antioksidan primer diharapkan dapat mengurangi kerusakan membran plasma.

Adanya glutathione maupun katalase yang melindungi membran plasma akrosom, menyebabkan kerusakan tersebut menjadi tertunda atau belum terjadi. BECONI et al. (1993) melaporkan bahwa penambahan antioksidan vitamin E sebanyak 1 mg/ml ke dalam pengencer semen sapi FH dapat mengatasi laju kerusakan membrane plasma dan melindungi membran plasma terhadap peroksidasi lemak dengan cara melindungi aktifitas enzim superoksida dismutase (SOD) serta mempertahankan metabolisme maupun fungsi sel.  

Beberapa penelitian melaporkan diantaranya,  penambahan genistein dan glutathione dalam pengencer ringer laktat kuning telur mempertahankan kualitas semen beku, dan genistein 10µM paling baik mempertahankan kualitas semen beku ayam KUB. Penambahan 2 mmol/L glutathione ke pengencer semen kambing perah Guanzhong memiliki efek yang baik pada semen beku, secara signifikan meningkatkan motilitas sperma dan fungsi membran plasma, sehingga meningkatkan kualitas semen setelah pencairan. Penelitian lain menyimpulkan bahwa level glutathione berpengaruh terhadap kualitas semen post-thawing, dan level glutathione 8 mM menghasilkan kualitas semen yang terbaik pada Kambing Peranakan Etawah.

KOMENTARI TULISAN INI